Oleh: Prof. Suyanto, Ph.D
Layanan ijazah palsu semakin canggih! Para penjual ijazah palsu telah menggunakan situs di internet. Core business-nya memang menjual ijazah palsu sejak dari ijazah sekolah dasar sampai S-3; dari sekolah ecek-ecek, baik, sangat baik, sampai pada perguruan tinggi gurem, maupun perguruan tinggi ternama baik di dalam maupun luar negeri. Harganya berkisar antara 10 sampai 75 juta, tergantung pada ijazah jenjang pendidikan dan perguruan tinggi mana yang ingin dipalsukan. Bahkan memalsukan semua dokumen yang diperlukan oleh pembeli dijamin bisa, dan selesai dalam waktu yang singkat. Memalsukan surat kematian juga bisa. Memalsukan sertifikat TOEFL juga siap. Memalsukan nilai di atas transkrip ijazah asli juga mahir. Alamatnya juga lengkap di situs yang
mereka gunakan. Mau tahu di mana alamatnya? Gampang sekali. Masuk ke mesin pencari Google, ketik: “ijazah aspal” dan klik, kita akan mendapatkan berbagai situs yang berjualan segala macam dokumen palsu. Ada paling tidak 50 situs yang beriklan pembuatan ijazah palsu berikut syarat dan harganya. Salah satu iklan di http://buatijazah.wordpress.com, dengan persuasif meyakinkan para pembacanya, kenapa seseorang harus beli ijazah? Jawabnya yaitu: (1) tidak harus kuliah dan hemat waktu; (2) Pasti tidak akan mengganggu aktifitas anda yang sudah super sibuk; (3) Biaya lebih murah dari kuliah biasa; (4) Ijazah atau sertifikat sama legalnya dengan kuliah biasa; (5) apat segera meraih posisi atau jabatan yang dikehendaki; dan (6) Bersiap-siap untuk segera naik jabatan atau pangkat di tempat kerja anda. Luar biasa kan? Bagi yang suka potong kompas dalam meraih tujuan, tentu akan tergiur dengan iklan pembuatan ijazah palsu tersebut. Media massa sedang marak akhir akhir ini mendiskusikan mengapa iklan pembuatan ijazah palsu saat ini merebak di dunia maya. Hal ini karena berlakuknya prinsip dan hukum ekonomi, adanya permintaan dari orang orang tertentu. Beberapa tahun lalu juga marak pembuatan skripsi oleh biro jasa skripsi. Itu saja kita merasa sangat prihatin sekali. Sekarang modalitas pemalsuan produk pedidikan selangkah maju, yaitu langsung pada tujuan finalnya, yaitu pembuatan ijazah palsu. Padalah kalau saja sampai terungkap, para pemalsu ijazah dan juga para penggunanya mendapatkan sanksi pidana yang berat, sesuai dengan Pasal 67 ayat 1, Undang-undang Sisdiknas yaitu: “Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, dan/atau vokasi tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Para penjual dan pembeli mungkin belum mengenal pasal itu. Kalau saja memahami pasal 67 ayat (1) tersebut, niscaya mereka akan berpikir dua atau tiga kali untuk menjual dan membeli ijazah palsu.
Semua yang palsu memang tidak selalu jelek, dan melanggar hukum pidana. Gigi palsu, bulu mata palsu, tangan palsu, kaki palsu, bunga palsu, rambut palsu, semuanya justru membantu manusia untuk memenuhi tujuan estetika. Tetapi kalau yang dipalsukan adalah produk pendidikan, ini merupakan kejahatan, melanggar ketentuan hukum positif sektor pendidikan. Bayangkan apa yang terjadi kalau yang dipalsukan adalah pendidikan kedokteran? Tentu akan menjadi malapetka bagi kehidupan manusia. Pemalsuan dengan melalui jasa on line sangat canggih, meliputi produk univesitas terkenal di negeri ini, dan juga bisa melayani ijazah palsu untuk semua jurusan. Oleh karena itu hal ini merupakan tantangan riil bagi program pendidikan karakter kita saat ini. Relakah seorang mahasiswa menipu dirinya sendiri? Menipu kedua orang tuanya? Menipu masyarakat yang akan mendapatkan layanan dari lulusan sebuah perguruan tinggi? Para pendidik dan pempimpin sektor pendidikan harus waspada terhadap adanya gejala jual beli ijazah yang semakin canggih ini. Pencegahan lebih dini harus dilakukan dengan cara menanamkan betapa pentingnya memiliki prestasi dengan perjuangan sendiri dalam tema tema pendidikan karakter. Dengan memiliki “self concept” yang kuat, para pelajar dan mahasiswa kita akan menjauhi, dan akan berkata “haram” untuk membeli berbagai sertifikat palsu terkait dengan produk pendidikan. Semoga begitu.
Prof. Suyanto, Ph.D,
Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta,
Plt. Dirjen Pendidikan Dasar, Kemdikbud.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud/www.dikdas.kemdikbud.go.id
Artikel ini pernah dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, 3 Juni 2012.
0 komentar:
Posting Komentar